Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Selasa 16 Desember 2025.
Kalender Liturgi hari Selasa 16 Desember 2025 merupakan Hari Biasa Pekan III Adven dengan Warna Liturgi Ungu.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Selasa 16 Desember 2025:
Bacaan Pertama: Zefanya 3: 1-2, 9-13
1 Celaka bagi kota merpati yang suka memprovokasi dan ditebus.
2 Ia tidak mendengarkan suara itu, dan tidak pula menerima didikan; kepada TUHAN ia tidak percaya, dan kepada Allahnya ia tidak mendekat.
9 Sebab pada waktu itu Aku akan mengembalikan kepada bangsa-bangsa suatu bibir pilihan, sehingga setiap orang dapat menyerukan nama Tuhan dan beribadah kepada-Nya dengan satu bahu.
10 Dari seberang sungai-sungai Etiopia, orang-orang yang memohon kepadaku, bani bangsaku yang tercerai-berai, akan membawa persembahan kepadaku.
11 Pada hari itu engkau tidak akan dipermalukan karena segala perbuatanmu, di mana engkau telah melanggar perintah-Ku: karena pada hari itu Aku akan menyingkirkan dari tengah-tengahmu orang-orang yang sombong dan membual, dan engkau tidak akan lagi meninggikan diri karena gunung kudus-Ku.
12 Dan Aku akan meninggalkan di tengah-tengahmu suatu bangsa yang miskin dan melarat; mereka akan berharap kepada nama Tuhan.
13 Sisa orang Israel tidak akan melakukan kecurangan, tidak akan berbicara dusta, dan tidak akan ada lidah penipu dalam mulut mereka. Sebab mereka akan makan dan tidur, dengan tidak ada yang mengejutkan.
Mazmur Tanggapan: Mazmur 34: 2-3, 6-7, 17-18, 19 dan 23
R. (7a) Tuhan mendengar seruan orang miskin.
2 Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; pujian kepada-Nya tetap di mulutku.
3 Karena Tuhan jiwaku akan terpuji; baiklah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.
R. Tuhan mendengar seruan orang miskin.
6 Datanglah kepada-Nya dan biarkanlah dirimu diterangi, dan wajahmu tidak akan ternoda.
7 Orang tertindas ini berseru, dan Tuhan mendengarkannya dan menyelamatkannya dari segala kesesakannya.
R. Tuhan mendengar seruan orang miskin.
17 Tetapi wajah TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat, hendak melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.
18 Orang-orang benar berseru, dan Tuhan mendengarkan mereka, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.
R. Tuhan mendengar seruan orang miskin.
19 Tuhan dekat dengan orang-orang yang remuk hatinya, dan Ia akan menyelamatkan orang-orang yang rendah hati.
23 Tuhan akan membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya, dan setiap orang yang berlindung pada-Nya tidak akan tersesat.
R. Tuhan mendengar seruan orang miskin.
Haleluya
R. Haleluya, haleluya.
Datanglah, ya Tuhan, janganlah menunda; ampunilah dosa umat-Mu.
R. Haleluya, haleluya.
Bacaan Injil: Matius 21: 28-32
28 Tetapi bagaimana pendapatmu? Seorang laki-laki mempunyai dua orang anak laki-laki. Ketika ia sampai kepada anak yang sulung, ia berkata: Anakku, pergilah bekerja hari ini di kebun anggurku.
29 Jawabnya: “Aku tidak mau.” Tetapi kemudian, karena tergerak oleh pertobatan, ia pun pergi.
30 Lalu ia pergi kepada temannya dan berkata dengan cara yang sama. Dan temannya itu menjawab, “Saya pergi, Tuan.” Dan ia tidak pergi.
31 Siapakah di antara keduanya yang melakukan kehendak Bapa? Jawab mereka: Yang pertama. Yesus berkata kepada mereka: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut cukai dan pelacur akan masuk ke dalam Kerajaan Allah mendahului kamu.
32 Sebab Yohanes datang kepadamu untuk menegakkan keadilan, tetapi kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal itu percaya kepadanya, tetapi kamu, setelah melihatnya, tidak juga bertobat sehingga kamu percaya kepadanya.
Renungan Harian Katolik Selasa 16 Desember 2025
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, bacaan hari ini menghadapkan kita pada dua wajah manusia: manusia yang menutup hati, dan manusia yang membiarkan hati disentuh oleh Tuhan. Nabi Zefanya menggambarkan sebuah bangsa yang keras kepala, yang tidak mau mendengarkan suara Tuhan dan tidak percaya kepada-Nya. Bukan karena Tuhan jauh, tetapi karena hati merekalah yang menolak untuk dekat. Namun betapa lembutnya hati Allah: Ia tetap berjanji membentuk “bibir pilihan,” suatu umat yang kembali menyerukan nama-Nya dengan murni, umat yang sederhana, miskin, yang hatinya tidak sombong. Tuhan tidak mencari mereka yang bersuara paling lantang, tetapi mereka yang paling terbuka. Ia mencari hati yang mau dibentuk.
Di zaman sekarang, kita pun sering menjadi seperti bangsa dalam nubuat itu—sibuk, keras kepala, merasa mampu mengatur semuanya sendiri. Kita mendengar firman Tuhan, kita tahu apa yang benar, tetapi tidak selalu kita lakukan. Kita mungkin tidak berteriak menolak, tetapi kita menutup pintu perlahan-lahan, dengan alasan kesibukan, kelelahan, atau merasa “nanti saja.” Dan tanpa sadar, kita menjauh.
Injil hari ini memperdengarkan persoalan itu dengan sangat manusiawi lewat perumpamaan dua anak. Yang pertama menolak, tetapi akhirnya berubah hati dan pergi bekerja. Yang kedua berkata “ya,” tetapi hanya di bibir—tak ada langkah, tak ada wujud. Dan Yesus bertanya, siapakah yang melakukan kehendak Bapa? Jawaban kita tentu mudah: yang pertama.
Namun Yesus tidak sedang menguji logika kita. Ia sedang menguji kejujuran hati kita.
Seberapa sering kita lebih mirip anak kedua—kata-kata kita terlihat manis, kita mengangguk, kita berdoa, kita hadir di Gereja—tetapi hidup kita tidak bergerak. Kita berhenti di niat, berhenti di kata “ya,” tetapi tidak sampai melangkah. Tuhan tidak mencari orang yang berkata “ya” dengan bibir, tetapi “ya” dengan hidup.
Dan betapa luar biasanya cara Yesus mengakhiri perumpamaan itu. Ia berkata bahwa pemungut cukai dan para perempuan yang dulu dipandang hina justru akan mendahului para pemuka agama masuk ke dalam Kerajaan Allah. Bukan karena mereka lebih baik, melainkan karena mereka mau bertobat ketika firman menyentuh mereka. Mereka tahu mereka lemah, mereka tahu mereka berdosa, dan justru itulah celah bagi rahmat untuk masuk. Mereka mungkin pernah berkata “tidak,” tetapi hati mereka akhirnya terbuka. Mereka melangkah.
Saudara-saudari, Tuhan tidak membutuhkan kesempurnaan kita. Tuhan tidak menuntut kita harus selalu benar sejak awal. Ia hanya meminta satu hal: hati yang mau berubah ketika disapa. Hati yang mau kembali ketika tersesat. Hati yang tidak hanya bersuara, tetapi bergerak. Dan tidak seorang pun terlalu jauh atau terlalu rusak untuk kembali. Justru orang yang paling menyadari kelemahannya sering paling mudah menemukan Tuhan.
Mungkin dalam hidup kita ada hal-hal yang selama ini kita tunda. Maaf yang belum kita ucapkan. Kebiasaan buruk yang kita biarkan. Kebaikan yang kita tahu harus dilakukan tetapi selalu diberi alasan. Dalam hal-hal seperti itu, mungkin kita sedang menjadi anak kedua—“ya, Tuhan,” tetapi hidup kita berkata “nanti.” Injil hari ini mengajak kita berhenti pada alasan-alasan itu dan mulai melangkah, meski pelan, tetapi nyata.
Sementara itu, nubuat Zefanya menyegarkan hati kita dengan janji Tuhan bahwa Ia menyukai umat yang miskin—bukan hanya miskin secara materi, tetapi miskin dalam hati, yaitu hati yang tidak sombong, tidak menipu, tidak penuh pencitraan. Hati yang jujur, hati yang polos di hadapan Allah, hati yang mengakui: “Tuhan, aku butuh Engkau.”
Itulah hati yang bisa makan dan tidur dengan tenang, kata nabi, sebab tidak ada lagi yang mengejutkan. Artinya, orang yang hidup dekat Tuhan tidak lagi hidup dalam ketakutan. Bukan karena hidupnya mudah, melainkan karena ia tahu kepada siapa ia bersandar.
Saudara-saudari, dalam dunia yang penuh tuntutan, persaingan, dan tekanan, Tuhan mengundang kita kembali menjadi umat yang sederhana: mendengar, percaya, dan melangkah. Tidak perlu kata-kata besar, tidak perlu kepura-puraan. Yang Tuhan rindukan hanyalah hati yang mau mendengar suara-Nya dan melakukan yang sederhana: mengasihi, mengampuni, jujur, rendah hati, dan berubah ketika diarahkan.
Semoga hari ini kita berani menjadi seperti anak pertama—mungkin pernah berkata “tidak,” mungkin pernah melawan, mungkin pernah jauh—tetapi kini biarlah hati kita tergerak, lalu berjalan ke kebun anggur Tuhan. Karena Kerajaan Allah dibuka oleh hati yang bertobat, bukan oleh mulut yang berkata “ya,” tetapi oleh hidup yang berkata “aku datang, Tuhan.” Amin.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, ubahlah hatiku yang keras menjadi hati yang mau mendengar dan melangkah. Jauhkan kesombongan, tumbuhkan kerendahan hati. Bimbing aku melakukan kehendak-Mu dengan setia, bukan hanya dalam kata, tetapi dalam tindakan nyata setiap hari. Amin.
