Kisah dua guru dari SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan ini lagi ramai banget diperbincangkan. Rasnaldi dan Abdul Muis, dua sosok pendidik yang awalnya cuma pengin bantu rekan-rekan guru honorer yang belum digaji berbulan-bulan, malah berujung dipecat nggak hormat. ๐
Jadi gini ceritanya โ sekitar tahun 2018, beberapa guru honorer di sekolah itu belum terima gaji selama 10 bulan! Gara-garanya, nama mereka belum masuk ke sistem Dapodik, jadi otomatis nggak bisa dapet dana BOS.
Melihat situasi itu, dua guru ASN tadi berinisiatif ngajak rapat komite sekolah dan orang tua murid.
Dari hasil musyawarah, disepakati iuran Rp20 ribu per siswa per bulan buat bantu guru honorer. Bahkan kalau satu keluarga punya dua anak di sekolah itu, cukup bayar buat satu anak aja. Semua setuju, dan nggak ada paksaan sama sekali.
๐ Masuk LSM, Makin Rumit Ceritanya
Tapi masalah mulai muncul waktu ada seseorang dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) datang nanya-nanya soal iuran itu. Nggak lama kemudian, laporan resmi masuk ke polisi dengan tuduhan โpungutan liarโ. ๐ถ
Akhirnya, dua guru yang niatnya baik itu malah dijadikan tersangka. Padahal mereka cuma ngejalanin keputusan rapat yang disetujui bareng-bareng sama komite dan orang tua murid.
Abdul Muis sempat ngomong ke media, โYang nggak mampu bayar, nggak dipaksa kok. Bahkan kalau satu keluarga punya dua anak, cukup satu yang bayar.โ Tapi ya gitu, kasusnya keburu naik.
โ๏ธ Drama Hukum: Dari Bebas ke Vonis Bersalah
Awalnya sih mereka sempat lega, karena pengadilan Tipikor Makassar sempat nyatakan mereka tidak bersalah. Hakim bilang niat mereka murni solidaritas sosial, bukan korupsi.
Tapi sayangnya, Jaksa Penuntut Umum nggak terima dan ngajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Danโฆ boom ๐ฅ hasilnya kebalik! MA malah nyatakan dua guru itu bersalah dan harus jalani hukuman 1 tahun penjara. ๐ข
๐ซ Pemecatan Nggak Hormat: โAturan Tetap Aturanโ
Setelah putusan MA resmi dan berkekuatan hukum tetap (inkrah), Dinas Pendidikan Sulsel akhirnya ambil langkah tegas. Dua guru itu dipecat nggak hormat (PTDH).
Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Iqbal Nadjamuddin, bilang keputusan itu udah sesuai aturan dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN dan PP Nomor 11 Tahun 2017.
Pokoknya, kalau ASN udah divonis bersalah dan inkrah, otomatis bisa diberhentikan nggak hormat.
Ada dua SK resmi dari Gubernur Sulsel buat pemberhentian mereka:
- SK Rasnal: No. 800.1.6.2/3973/BKD (21 Agustus 2025)
- SK Abdul Muis: No. 800.1.6.4/4771/BKD (14 Oktober 2025)
Meski hukum udah bicara, masyarakat masih tetap dukung dua guru ini. Banyak orang tua murid bilang iuran Rp20 ribu itu bukan pungutan liar, tapi bentuk gotong royong buat bantu guru honorer.
Salah satu wali murid, Akrama, bilang, โKita semua setuju kok waktu itu. Nggak ada yang maksa. Bahkan ada yang bilang, โtambah aja dua puluh ribu, seharga sebungkus rokok doang.โโ
โ Aksi Solidaritas dari PGRI: โIni Kemanusiaan, Bukan Korupsi!โ
Kasus ini bikin heboh sampai organisasi guru PGRI Luwu Utara turun tangan. Mereka bahkan ngadain aksi damai di depan kantor DPRD dan minta ke Presiden Prabowo Subianto buat kasih grasi ke dua guru itu.
Ketua PGRI, Ismaruddin, tegas bilang:
โGuru nggak seharusnya dikriminalisasi karena bantu sesama. Ini bukan korupsi, ini kemanusiaan.โ
PGRI juga minta pemerintah bikin perlindungan hukum lebih kuat buat guru biar hal kayak gini nggak kejadian lagi.
Kasus ini jadi pelajaran banget buat dunia pendidikan kita. Di satu sisi, aturan ASN harus ditegakkan. Tapi di sisi lain, kita nggak bisa nutup mata kalau niat baik dua guru ini muncul karena sistem yang belum adil โ terutama buat para guru honorer yang belum digaji.
Rasnal dan Muis mungkin udah kehilangan status ASN-nya, tapi buat banyak orang, mereka tetap pahlawan pendidikan yang berjuang pakai hati. โค๏ธ
Kasus ini bukan cuma soal hukum, tapi juga soal nurani dan kemanusiaan di dunia pendidikan.
Apakah guru harus dihukum karena peduli? Atau seharusnya sistemnya yang dibenahi biar nggak ada lagi guru yang harus berjuang sendirian?
