Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Jumat 18 Juli 2025.
Kalender Liturgi hari Jumat 18 Juli 2025 merupakan Hari Jumat Biasa XV, Santo Frederik dari Utrecht, Uskup dan Martir, Santa Simforosa bersama Putra-putranya, Martir, dengan Warna Liturgi Hijau.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Jumat 18 Juli 2025:
Bacaan Pertama Kel 11:10-12:14
Hendaknya kalian menyembelih anak domba pada waktu senja. Apabila Aku melihat darah, maka aku akan melewati kalian.
Musa dan Harun telah melakukan segala mujizat di depan Firaun. Tetapi Tuhan mengeraskan hati Firaun, sehingga ia tidak membiarkan orang Israel pergi dari negeri Mesir. Maka bersabdalah Tuhan kepada Musa dan Harun di tanah Mesir, “Bulan ini akan menjadi permulaan segala bulan bagimu, bulan yang pertama bagimu tiap-tiap tahun.
Katakanlah kepada segenap jemaat Israel, ‘Pada tanggal sepuluh bulan ini hendaklah diambil seekor anak domba oleh masing-masing menurut kaum keluarga, seekor untuk tiap-tiap rumah tangga.
Tetapi jika rumah tangga itu terlalu kecil jumlahnya untuk menghabiskan seekor anak domba, maka hendaklah ia bersama-sama dengan tetangga yang terdekat mengambil seekor menurut jumlah jiwa; tentang anak domba itu kamu buatlah perkiraan menurut keperluan tiap-tiap orang.
Anak domba itu harus jantan, tidak bercela dan berumur setahun, boleh domba, boleh kambing. Anak domba itu harus kalian kurung sampai tanggal empat belas bulan ini. Lalu seluruh jemaat Israel yang berkumpul harus menyembelihnya pada senja hari. Dan darahnya harus diambil sedikit dan dioleskan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas rumah tempat orang makan anak domba itu.
Pada malam itu juga mereka harus makan dagingnya yang dipanggang; daging panggang itu harus mereka makan dengan roti tak beragi dan sayuran pahit. Janganlah kalian memakannya mentah atau direbus dalam air; tetapi hanya dipanggang di api, lengkap dengan kepala, betis dan isi perutnya.
Janganlah kalian tinggalkan apa-apa dari daging itu sampai pagi. Apa yang tinggal sampai pagi harus dibakar habis dalam api. Beginilah kalian memakannya: pinggang berikat, kaki berkasut dan tongkat ada di tanganmu. Hendaklah kalian memakannya cepat-cepat. Itulah Paskah bagi Tuhan.
Sebab pada malam ini Aku akan menjelajahi negeri Mesir, membunuh semua anak sulung, baik anak sulung manusia, maupun anak sulung hewan, dan semua dewata Mesir akan Kujatuhi hukuman, Akulah, Tuhan. Adapun darah domba tersebut menjadi tanda bagimu pada rumah-rumah tempat kalian tinggal.
Apabila Aku melihat darah itu, Aku akan melewati kalian. Jadi tidak akan ada tulah kemusnahan di tengah kalian pada saat Aku menghukum negeri Mesir. Hari itu harus menjadi hari peringatan bagimu dan kamu harus rayakan sebagai hari raya bagi Tuhan turun-temurun. Hari itu harus kalian rayakan sebagai suatu ketetapan untuk selama-lamanya.’
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan Mzm 116:12-13.15-16bc.17-18
Ref: Aku akan mengangkat piala keselamatan dan menyerukan nama Tuhan.
Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan segala kebaikan-Nya kepadaku? Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama Tuhan.
Sungguh berhargalah di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya. Ya Tuhan, aku hamba-Mu! Aku hamba-Mu, anak dari sahaya-Mu! Engkau telah melepas belengguku!
Aku akan mempersembahkan kurban syukur kepada-Mu, dan akan menyerukan nama Tuhan; aku akan membayar nazarku kepada Tuhan di depan seluruh umat-Nya,
Bait Pengantar Injil: Yoh 10:27
Domba-domba-Ku mendengar suara-Ku, sabda Tuhan. Aku mengenal mereka, dan mereka mengenal Aku.
Bacaan Injil Mat 12:1-8
Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.
Pada suatu hari Sabat, Yesus dan murid-murid-Nya berjalan di ladang gandum. Karena lapar murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada Yesus, “Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat.”
Tetapi Yesus menjawab, “Tidakkah kalian baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan para pengikutnya lapar? Ia masuk ke dalam bait Allah, dan mereka semua makan roti sajian yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam.
Atau tidakkah kalian baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam bait Allah, namun tidak bersalah? Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi bait Allah.
Seandainya kalian memahami maksud sabda ini, ‘Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan,’ tentu kalian tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Sebab Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Jumat 18 Juli 2025
Renungan Harian – Jumat, 11 Juli 2025
Bacaan: Kel 11:10–12:14 & Mat 12:1–8
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini kita dihadapkan pada dua peristiwa besar yang nampaknya terpisah waktu, tapi sesungguhnya terikat dalam benang merah yang sama: peristiwa Paskah pertama di Mesir dan Yesus yang menyatakan diri sebagai Tuhan atas hari Sabat.
Kita mulai dari Musa dan bangsa Israel di Mesir. Pada malam itu, Tuhan memerintahkan agar setiap keluarga menyembelih seekor anak domba, yang darahnya harus dioleskan pada tiang pintu rumah mereka. Bagi Tuhan, darah itu menjadi tanda perlindungan, tanda bahwa rumah itu “milik-Ku,” dan karena itu, maut akan lewat begitu saja — pass over. Inilah asal mula Paskah: bukan sekadar ritual, tetapi pengalaman nyata akan Tuhan yang menyelamatkan. Darah itu menjadi tanda kasih, tanda bahwa umat ini diperhatikan, dilindungi, dan diselamatkan oleh Allah yang setia.
Menarik bahwa perintah Tuhan ini sangat konkret dan praktis. Tuhan tidak memerintahkan bangsa Israel untuk berpuasa 40 hari atau menaiki gunung; tidak juga memintanya untuk mempersembahkan emas dan permata. Cukup menyembelih anak domba, berbagi dengan tetangga kalau perlu, makan cepat-cepat, dan bersiaplah. Sebab hidup baru akan dimulai.
Di situlah letak kebijaksanaan Tuhan: keselamatan-Nya selalu datang dengan cara yang manusiawi, dekat, dan bisa dijalani oleh siapa saja. Tuhan tidak menyelamatkan dengan cara ajaib yang tak terjangkau, tetapi lewat daging panggang, roti tak beragi, dan tanda darah di pintu — lewat hal-hal biasa yang punya makna luar biasa.
Lalu kita mendengar Injil hari ini. Yesus dan murid-murid-Nya berjalan di hari Sabat, mereka lapar, dan mereka memetik bulir gandum. Tindakan yang dianggap melanggar hukum Sabat oleh kaum Farisi. Tapi Yesus menjawab dengan sesuatu yang sangat penting: Yang Kukehendaki adalah belas kasihan, bukan persembahan.
Yesus sedang mengajak kita kembali ke inti iman: Tuhan bukan mencari ritual yang dijalankan kaku dan tanpa kasih, tapi hati yang penuh pengertian, yang tahu bahwa aturan harus mendukung kehidupan, bukan menghukum orang lapar yang hanya ingin makan.
Apa hubungannya dengan Paskah? Di Mesir, Tuhan memulai sebuah jalan pembebasan — bukan hanya secara fisik dari perbudakan, tapi secara rohani: sebuah panggilan untuk menjadi umat yang hidup dalam kasih, keadilan, dan belas kasih. Maka ketika Yesus datang sebagai Anak Domba sejati, Ia juga datang bukan hanya untuk menggugurkan dosa, tetapi untuk mengajarkan kasih yang menyelamatkan, kasih yang hidup dalam tindakan nyata.
Kita pun dipanggil untuk hidup seperti itu: bukan sekadar menjadi orang Katolik yang rajin ke gereja, tahu semua doa dan tradisi, tetapi juga yang berani menunjukkan belas kasih kepada mereka yang lapar — lapar fisik maupun lapar akan perhatian, keadilan, dan pengertian.
Kadang kita terlalu cepat menghakimi orang lain yang “tidak seperti kita,” seperti kaum Farisi terhadap murid-murid Yesus. Tapi Yesus datang untuk membebaskan kita dari cara pikir sempit itu. Ia Tuhan atas Sabat, bukan untuk membatalkan Sabat, tapi untuk menyempurnakannya — menjadikan hari Tuhan sebagai hari di mana kasih lebih utama dari aturan, di mana manusia lebih penting dari hukum.
Saudara-saudari, malam ini, bayangkanlah diri kita di rumah bangsa Israel pada malam Paskah. Kita menyantap daging panggang, roti tak beragi, dan menatap darah di ambang pintu. Di dalam rumah itu, ada kehangatan, ada rasa aman, ada pengharapan. Di luar sana ada kematian, kekerasan, dan ketidakpastian. Tapi Tuhan lewat — dan kita diselamatkan.
Tuhan pun lewat dalam hidup kita sekarang, dalam bentuk yang mungkin tak selalu kita sadari: lewat orang yang mengulurkan tangan, lewat kesempatan kedua, lewat pengampunan yang sulit tapi nyata. Jangan biarkan Tuhan lewat begitu saja. Bukalah pintu hati. Sambut Dia. Dan biarkan darah Anak Domba — Kristus sendiri — menjadi tanda kasih yang melindungi dan membebaskan kita setiap hari.
Amin.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk lebih mengutamakan kasih daripada aturan, lebih peka pada sesama yang membutuhkan. Jadikan hatiku tempat tinggal-Mu, seperti darah Anak Domba di pintu, agar hidupku selalu Kau lewati dengan rahmat dan keselamatan. Amin.