Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Rabu 30 Juli 2025.
Kalender Liturgi hari Rabu 30 Juli 2025 merupakan Hari Rabu Pekan Biasa XVII dengan Warna Liturgi Hijau.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Rabu 30 Juli 2025:
Bacaan I – Keluaran 34:29-35
“Melihat wajah Musa, orang-orang Israel takut mendekat.”
Ketika Musa turun dari Gunung Sinai dengan membawa kedua loh hukum Allah, ia tidak tahu bahwa kulit wajahnya bercahaya kareana ia telah berbicara kepada Tuhan. Dan ketika Harun dan semua orang Israel melihat Musa, tampaklah kulit wajahnya bercahaya.
Maka mereka takut mendapati dia. Tetapi Musa memanggil mereka. Lalu Harun dan para pemimpin jemaah datang kepadanya dan Musa berbicara kepada mereka. Sesudah itu mendekatlah semua orang Israel lalu disampaikannyalah kepada mereka segala perintah yang diucapkan Tuhan kepadanya di atas Gunung Sinai.
Setelah Musa selesai berbicara dengan mereka, diselubunginyalah wajahnya. Tetapi apabila Musa masuk menghadap Tuhan untuk berbicara dengan Dia, ditanggalkannyalah selubung itu sampai ia keluar.
Dan apabila keluar, ia menyampaikan kepada orang Israel apa yang diperintahkan kepadanya. Apabila orang Israel melihat bahwa kulit wajah Musa bercahaya, maka Musa menyelubungi wajahnya kembali sampai ia masuk menghadap untuk berbicara dengan Tuhan.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan Mzm. 99:5.6.7.9
Ref. Kuduslah Tuhan, Allah kita.
- Tinggikanlah Tuhan, Allah kita, dan sujudlah menyembah kepada tumpuan kaki-Nya! Kuduskanlah Ia!
- Musa dan Harun di antara imam-imam-Nya, dan Samuel di antara orang-orang yang menyerukan nama-Nya. Mereka berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab mereka.
- Dalam tiang awan Ia berbicara kepada mereka; mereka telah berpegang pada peringatan-peringatan-Nya, dan pada ketetapan yang diberikan-Nya kepada mereka.
- Tinggikanlah Tuhan, Allah kita, dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah Tuhan, Allah kita!
Bait Pengantar Injil 1 Yohanes 2:5
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Sempurnalah cinta Allah dalam hati orang yang mendengarkan sabda Kristus.
Bacaan Injil Matius 13:44-46
“Ia menjual seluruh miliknya, lalu membeli ladang itu.”
Sekali peristiwa Yesus mengajar orang banyak, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Karena sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya, lalu membeli ladang itu.
Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Rabu 30 Juli 2025
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Bayangkan sejenak… kita menjadi Musa. Naik ke gunung, membawa hati yang haus akan Tuhan. Kita menghadap Dia, berbicara dengan-Nya, menerima sabda-Nya, dan ketika kita turun dari perjumpaan itu… tanpa sadar, wajah kita berubah. Bercahaya.
Itulah gambaran kehidupan orang yang sungguh bersentuhan dengan Allah. Wajahnya bercahaya bukan karena make-up, bukan karena pencapaian duniawi, tapi karena pancaran kasih Tuhan yang tinggal di dalam dirinya. Cahaya itu bukan efek kosmetik—itu efek dari kedekatan yang intim dengan Sang Sumber Kehidupan.
Namun perhatikan apa yang terjadi kemudian. Orang-orang takut mendekat. Wajah Musa yang bercahaya justru membuat mereka mundur. Kadang, kebaikan dan kekudusan bisa membuat orang merasa tidak nyaman. Karena cahaya itu secara tidak langsung menyadarkan kegelapan dalam diri kita masing-masing.
Tapi Musa tidak menjauh. Ia tidak membiarkan jarak itu menjadi jurang. Ia memanggil mereka, ia berbicara, ia menyampaikan apa yang ia terima dari Tuhan. Dan ia menyelubungi wajahnya bukan untuk menyembunyikan terang, tetapi agar terang itu tidak melukai yang belum siap. Musa merendahkan diri agar firman Tuhan bisa diterima dengan utuh, bukan ditolak karena terlalu menyilaukan.
Begitu pula dengan kita. Kadang kita merasa “bercahaya”—setelah retret, sesudah doa yang mendalam, setelah misa yang menyentuh hati. Tapi cahaya itu bukan untuk menyombongkan diri. Bukan untuk merasa lebih rohani dari yang lain. Cahaya itu adalah untuk dibagikan, dengan cara yang penuh kasih dan kerendahan hati. Kita diajak untuk menjadi Musa di tengah dunia: yang mendengarkan Tuhan, yang membawa sabda-Nya, tapi juga yang tahu bagaimana menyampaikan itu dalam bahasa cinta, bukan dalam penghakiman.
Lalu Injil hari ini membawa kita lebih dalam lagi: Yesus berkata, Kerajaan Surga itu seperti harta tersembunyi. Seperti mutiara yang berharga. Nilainya begitu besar, sampai orang rela menjual segalanya demi mendapatkannya.
Apa arti harta itu dalam hidup kita? Kadang kita berpikir harta itu sesuatu yang besar—sebuah mukjizat, panggilan hidup luar biasa, atau pengalaman rohani yang spektakuler. Tapi sesungguhnya, harta itu bisa hadir dalam hal yang sangat sederhana: cinta yang tulus, kesetiaan dalam keluarga, damai di hati, ketulusan dalam pekerjaan, atau bahkan dalam penderitaan yang membawa kita semakin bergantung pada Tuhan.
Yang membuatnya berharga bukan bentuknya, tapi siapa yang ada di dalamnya: Tuhan sendiri. Dan kalau kita sungguh menemukan Tuhan, kita akan tahu satu hal penting—segala sesuatu yang lain menjadi sekunder. Kita rela melepaskan, melepaskan kebiasaan lama, ego kita, kekhawatiran kita, demi memiliki Dia yang sejati.
Tapi melepaskan bukan berarti kehilangan. Justru dengan melepaskan, kita menerima lebih: sukacita yang lebih dalam, pengharapan yang tak tergoyahkan, dan cinta yang tak bersyarat.
Maka hari ini, mari kita bertanya pada diri kita: apa yang sedang aku genggam erat saat ini? Apa yang belum rela aku lepaskan demi Tuhan? Mungkin itu rasa sakit lama, mungkin itu obsesi terhadap kesuksesan, atau mungkin itu kebiasaan yang tidak membawa hidup.
Saudara-saudari terkasih, wajah Musa bercahaya karena ia bersentuhan dengan Tuhan. Kita pun dipanggil untuk memancarkan cahaya yang sama. Tapi cahaya itu akan keluar bukan karena kita memaksa, tapi karena kita mengizinkan Tuhan tinggal di dalam hati kita.
Dan ketika kita menemukan harta yang sejati—yakni kasih Allah—kita akan tahu bahwa segalanya layak kita lepaskan, demi memiliki Dia sepenuhnya.
Semoga kita semua terus mencari, terus menemukan, dan terus merangkul cahaya itu, sampai akhirnya kita bisa berkata: “Aku telah menjual segalanya, dan kini aku memiliki segalanya—karena aku memiliki Tuhan.” Amin.
Doa Penutup
Tuhan, ajarilah aku untuk mencari Engkau sebagai harta terindah dalam hidupku. Beri aku hati yang rela melepaskan segalanya demi cinta-Mu, dan mampukan aku memancarkan cahaya kasih-Mu dalam keseharian, dengan rendah hati dan sukacita. Amin.