Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Kamis 14 Agustus 2025.
Kalender Liturgi hari Kamis 14 Agustus 2025 merupakan Pekan Biasa XIX, Peringatan St. Maksimilianus Maria Kolbe, Imam dan Martir, Warna Liturgi Merah
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Kamis 14 Agustus 2025:
Bacaan Pertama: Yos. 3:7-10a;11:13-17
Dan TUHAN berfirman kepada Yosua: “Pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel, supaya mereka tahu, bahwa seperti dahulu Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau.”
Maka kauperintahkanlah kepada para imam pengangkat tabut perjanjian itu, demikian: Setelah kamu sampai ke tepi air sungai Yordan, haruslah kamu tetap berdiri di sungai Yordan itu.”
Lalu berkatalah Yosua kepada orang Israel: “Datanglah dekat dan dengarkanlah firman TUHAN, Allahmu.”
Lagi kata Yosua: “Dari hal inilah akan kamu ketahui, bahwa Allah yang hidup ada di tengah-tengah kamu dan bahwa sungguh-sungguh akan dihalau-Nya orang Kanaan, orang Het, orang Hewi, orang Feris, orang Girgasi, orang Amori dan orang Yebus itu dari depan kamu.”
Tetapi kota-kota yang letaknya di atas bukit-bukit puing tidaklah dibakar oleh orang Israel, hanya Hazor saja yang dibakar oleh Yosua.
Segala barang dari kota-kota itu serta ternaknya telah dijarah orang Israel. Tetapi manusia semuanya dibunuh mereka dengan mata pedang, sehingga orang-orang itu dipunahkan mereka. Tidak ada yang ditinggalkan hidup dari semua yang bernafas.
Seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, hamba-Nya itu, demikianlah diperintahkan Musa kepada Yosua dan seperti itulah dilakukan Yosua: tidak ada sesuatu yang diabaikannya dari segala yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.
Demikianlah Yosua merebut seluruh negeri itu, pegunungan, seluruh Tanah Negeb, seluruh tanah Gosyen, Daerah Bukit, serta Araba-Yordan, dan Pegunungan Israel dengan tanah rendahnya;
Mulai dari Pegunungan Gundul, yang mendaki ke arah Seir, sampai ke Baal-Gad di lembah gunung Libanon, di kaki gunung Hermon. Semua rajanya ditangkapnya, dan dibunuhnya.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan: Mzm. 114:1-2,3-4,5-6
Pada waktu Israel keluar dari Mesir, kaum keturunan Yakub dari bangsa yang asing bahasanya,
maka Yehuda menjadi tempat kudus-Nya, Israel wilayah kekuasaan-Nya.
Laut melihatnya, lalu melarikan diri, sungai Yordan berbalik ke hulu.
Gunung-gunung melompat-lompat seperti domba jantan, dan bukit-bukit seperti anak domba.
Ada apa, hai laut, sehingga engkau melarikan diri, hai sungai Yordan, sehingga engkau berbalik ke hulu,
hai gunung-gunung, sehingga kamu melompat-lompat seperti domba jantan, hai bukit-bukit, sehingga kamu seperti anak domba?
Bacaan Injil: Mat. 18:21-19:1
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”
Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya.
Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.
Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya.
Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan.
Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu!
Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan.
Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka.
Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku.
Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?
Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.
Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”
Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Kamis 14 Agustus 2025
Renungan Harian Katolik
(Berdasarkan Bacaan: Yosua 3:7–10a; 11:13–17 | Mazmur 114 | Matius 18:21–19:1)
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Pernahkah kita merasa sulit untuk percaya bahwa Tuhan menyertai kita dalam segala hal? Apalagi saat hidup kita tidak berjalan sesuai rencana, ketika perjuangan tampak sia-sia, atau ketika kita merasa sendirian, tidak dipahami, dan disakiti. Kita bertanya-tanya, “Di mana Tuhan?” atau bahkan, “Kenapa Tuhan diam saja?”
Hari ini, melalui Kitab Yosua dan Injil Matius, Tuhan menyapa kita secara langsung dan manusiawi. Ia datang bukan hanya sebagai Allah yang jauh di langit, tapi sebagai Allah yang hadir dalam setiap langkah hidup kita—dalam kesulitan, dalam perjuangan, dan terlebih lagi, dalam relasi kita satu sama lain.
Kisah Yosua menggambarkan masa transisi besar dalam sejarah bangsa Israel. Musa sudah tiada, dan Yosua diangkat untuk memimpin umat menuju Tanah Terjanji. Tapi lihatlah apa yang Tuhan lakukan: “Pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel.” Bukan Yosua yang membesarkan dirinya, tetapi Tuhan sendiri yang menyertainya dan meyakinkan umat bahwa penyertaan yang sama seperti kepada Musa, juga diberikan kepada Yosua.
Itulah Tuhan kita—setia. Di masa transisi, ketakutan, dan perjuangan, Ia tidak meninggalkan. Justru di sanalah Ia bekerja, menyatakan penyertaan-Nya secara nyata. Kita sering lupa bahwa kesetiaan Tuhan bukan sekadar hadir dalam mujizat besar, tapi juga dalam langkah-langkah kecil kehidupan yang kita jalani sehari-hari. Dalam kesabaran mengasuh anak, dalam kejujuran saat bekerja, dalam ketulusan melayani sesama, Tuhan juga ada.
Tapi penyertaan Tuhan juga menuntut ketaatan. Yosua tidak memilih jalannya sendiri. Ia mendengarkan firman Tuhan dan menjalankannya dengan penuh setia, “tidak ada sesuatu yang diabaikannya dari segala yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.” Ini menjadi cermin bagi kita: sejauh mana kita mendengarkan dan menaati kehendak Tuhan, bukan hanya di gereja atau saat berdoa, tapi dalam seluruh cara hidup kita?
Lalu, bacaan Injil membawa kita masuk ke dalam ranah yang sangat dekat dengan realitas manusia sehari-hari: soal mengampuni. Petrus bertanya, “Sampai tujuh kali?” Kita tahu maksudnya. Tujuh kali itu sudah lebih dari cukup bagi akal manusia. Tapi Yesus berkata, “Bukan tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali.” Sebuah ungkapan yang berarti: tanpa batas.
Sungguh menantang. Karena mengampuni bukan perkara mudah. Apalagi kalau luka itu dalam, dan orang yang menyakiti tidak merasa bersalah. Tapi Yesus tidak memberi perintah tanpa alasan. Ia mengajak kita melihat dari kacamata belas kasih Allah. Dalam perumpamaan, si hamba diampuni hutang yang tak terbayar nilainya, namun tak mampu mengampuni sesama atas hutang yang kecil.
Bukankah kita juga begitu? Kita begitu mudah meminta pengampunan dari Tuhan—dan memang Tuhan murah hati, Ia mengampuni kita setiap kali kita datang dengan hati hancur. Tapi kita juga sering menahan pengampunan bagi orang lain. Kita memilih menyimpan dendam, menolak berdamai, atau bahkan merasa lebih benar dari sesama.
Yesus menegaskan: “Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” Artinya, pengampunan itu bukan hanya pilihan, melainkan jalan keselamatan. Kita diampuni, supaya kita pun bisa mengampuni.
Saudara-saudari yang terkasih,
Hari ini kita diundang untuk merenungkan dua hal yang saling berkaitan: penyertaan Tuhan yang setia, dan panggilan untuk mengampuni. Tanpa pengalaman akan penyertaan dan belas kasih Tuhan, sulit bagi kita untuk benar-benar bisa mengampuni. Tapi jika kita sungguh menyadari betapa besar kasih Tuhan atas kita, maka hati kita akan dilembutkan.
Mengampuni bukan berarti melupakan atau membiarkan ketidakadilan. Tapi mengampuni berarti membuka jalan bagi kasih dan pemulihan. Bukan hanya bagi orang yang bersalah kepada kita, tapi juga untuk kita sendiri—agar kita tidak terus dibelenggu oleh luka dan kemarahan.
Maka mari kita mohon rahmat dari Tuhan: agar kita belajar setia seperti Yosua, percaya bahwa Tuhan menyertai kita dalam setiap musim hidup, dan agar kita mampu mengampuni dengan tulus, seperti Tuhan yang terlebih dahulu telah mengampuni kita.
Semoga sabda hari ini menuntun kita, menguatkan kita dalam pergumulan, dan membuka hati kita untuk menjadi pribadi yang membawa damai dan pengampunan dalam dunia yang haus akan kasih.
Amin.
Doa Penutup
Tuhan, ajarilah aku setia dan murah hati seperti Engkau. Dalam luka dan kecewa, tuntun aku untuk mengampuni. Hadirlah dalam setiap langkahku, agar hidupku menjadi tanda kasih-Mu bagi sesama. Amin.