Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Rabu 6 Agustus 2025.
Kalender Liturgi hari Rabu 6 Agustus 2025 merupakan Hari Rabu Pekan Biasa XVIII, Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya dengan Warna Liturgi Putih.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Rabu 6 Agustus 2025:
Bacaan Pertama: 2Ptr. 1:16-19
Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia ketika memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Raja. Kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.
Kami menyaksikan bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika suara datang kepada-Nya dari Yang Mahamulia yang mengatakan: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Suara itu kami dengar datang dari surga ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.
Dengan demikian, kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya, sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap, sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan: Mzm. 97:1-2,5-6,9
TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!
Awan dan kekelaman ada di sekeliling-Nya, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya.
Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi.
Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.
Sebab Engkaulah, ya TUHAN, Yang Mahatinggi di atas seluruh bumi, Engkau sangat dimuliakan di atas segala allah.
Bacaan Injil: Luk. 9:28b-36.
Berikut adalah penulisan ulang teks tersebut tanpa penomoran ayat, tetapi tetap dipisah per ayat dalam paragraf:
Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa.
Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan.
Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia.
Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem.
Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya: dan kedua orang yang berdiri di dekat-Nya itu.
Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu.
Sementara ia berkata demikian, datanglah awan menaungi mereka. Dan ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka.
Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”
Ketika suara itu terdengar, nampaklah Yesus tinggal seorang diri. Dan murid-murid itu merahasiakannya, dan pada masa itu mereka tidak menceriterakan kepada siapapun apa yang telah mereka lihat itu.
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Rabu 6 Agustus 2025
Homili / Renungan Injil Hari Raya Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya
(Bacaan: 2Ptr 1:16-19; Mzm 97; Luk 9:28b-36)
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Dalam hidup ini, seringkali kita haus akan bukti. Kita ingin melihat dengan mata kepala sendiri, menyentuh dengan tangan, merasakan dengan indra kita sebelum kita percaya. Kita bertanya dalam hati: “Apakah Tuhan sungguh hadir? Apakah Yesus sungguh Raja mulia? Bagaimana kita bisa yakin kalau dunia ini sering kali penuh penderitaan dan ketidakadilan?” Dan hari ini, lewat Sabda Tuhan, kita diberi anugerah untuk melihat sejenak kemuliaan Allah, sebagaimana dialami oleh Petrus, Yohanes, dan Yakobus di atas gunung.
Yesus mengajak ketiga murid-Nya naik ke gunung. Bukan untuk melarikan diri dari dunia, tetapi justru untuk mengalami dan mengerti siapa Dia sesungguhnya. Di atas gunung itu, wajah Yesus berubah, pakaian-Nya bersinar, dan Musa serta Elia menampakkan diri—dua tokoh besar dalam sejarah iman Israel, mewakili Hukum dan para Nabi. Mereka bercakap tentang kepergian-Nya, tentang penderitaan-Nya yang akan datang. Dan di tengah semua itu, terdengarlah suara dari surga: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”
Sungguh indah! Tetapi tidak berhenti di sana. Lalu Yesus kembali menjadi seperti biasa—tidak bersinar, tidak bercahaya. Dan mereka turun dari gunung. Itulah yang menarik, saudara-saudari: pengalaman akan kemuliaan Tuhan bukanlah tempat untuk tinggal selamanya, tapi kekuatan untuk kembali ke dunia nyata, menghadapi tantangan dan penderitaan dengan mata iman yang baru.
Kadang kita juga, seperti Petrus, ingin menetap di pengalaman rohani yang indah—di misa, di retret, dalam doa yang dalam—dan berkata: “Tuhan, aku ingin tetap di sini.” Tapi Yesus mengajak kita turun kembali, menjalani hidup kita yang kadang melelahkan, tidak sempurna, penuh godaan dan tantangan, dengan membawa cahaya yang kita terima di gunung doa itu.
Rasul Petrus dalam bacaan pertama hari ini menegaskan, “Kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.” Ia mengingat kembali pengalaman itu bukan sebagai dongeng, bukan sebagai kisah indah buatan manusia, tapi sebagai dasar iman yang hidup. Ia berkata, “Perhatikanlah firman Tuhan seperti memperhatikan pelita di tempat gelap.” Saudara, dunia ini memang kadang seperti tempat gelap—begitu banyak yang membingungkan, yang membuat kita lelah. Tapi Firman Tuhan adalah pelita. Pengalaman akan Tuhan adalah terang yang kecil tapi nyata, yang memampukan kita melangkah satu langkah lagi, dan lagi.
Saudara-saudari terkasih, transfigurasi Yesus bukan sekadar momen spektakuler. Ia adalah tanda. Bahwa di balik wajah manusia biasa itu—wajah Yesus yang letih, yang akan memanggul salib—tersimpan kemuliaan Allah. Maka ketika kita pun melihat wajah orang-orang yang menderita, yang susah, yang ditolak dan dilupakan dunia—jangan terburu menilai. Bisa jadi, kemuliaan Allah pun ada di sana.
Marilah kita belajar melihat dengan mata iman. Dalam kesibukan kita sehari-hari—di rumah, di tempat kerja, di jalanan yang macet, dalam relasi yang rumit, di tengah perjuangan hidup—Tuhan juga hadir. Mungkin tidak dalam cahaya yang menyilaukan. Tapi dalam sapaan anak kita. Dalam kesabaran istri. Dalam peluh suami. Dalam kehadiran seorang sahabat. Dalam senyum orang tua. Dalam setiap hal kecil yang tampak biasa, tapi mengandung kasih.
Dan kalau hari ini kita datang ke gereja, kalau kita mengikuti misa dan mendengarkan Firman-Nya, jangan kita biarkan hanya menjadi pengalaman “naik ke gunung” sesaat. Tapi jadikanlah itu sumber kekuatan, agar saat kita turun dari gunung dan kembali ke hidup kita yang nyata, kita membawa terang itu. Kita menjadi saksi—seperti Petrus—yang berani berkata kepada dunia, “Aku pernah melihat kemuliaan-Nya, dan karena itu aku percaya.”
Semoga Tuhan Yesus yang menampakkan kemuliaan-Nya, juga menyinari hidup kita. Supaya kita pun semakin memuliakan Dia—bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan cara kita menjalani hidup ini: penuh kasih, penuh harapan, dan tetap setia sampai fajar menyingsing dan bintang timur bersinar dalam hati kita.
Amin.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, terangilah hatiku agar mampu melihat kehadiran-Mu dalam hal-hal sederhana setiap hari. Teguhkan imanku saat aku lemah, dan mampukan aku menjadi pembawa cahaya-Mu di dunia, dengan kasih, harapan, dan kesetiaan dalam hidupku. Amin.