Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Minggu 26 Oktober 2025.
Kalender Liturgi hari Minggu 26 Oktober 2025 merupakan Hari Minggu Biasa XXX, Santo Lucianus dan Marcianus, Martir dengan Warna Liturgi Hijau.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Minggu 26 Oktober 2025:
Bacaan Pertama: Sirakh 35:12-14.16-18
Doa orang miskin menembusi awan.
Tuhan adalah Hakim yang tidak memihak, Ia tidak memihak dalam perkara orang miskin, tetapi doa orang yang terjepit didengarkan-Nya. Jeritan yatim piatu tidak Ia abaikan, demikian pula jeritan janda yang mencurahkan permohonannya.
Tuhan berkenan kepada siapa saja yang dengan sebulat hati berbakti kepada-Nya, dan doanya naik sampai ke a wan. Doa orang miskin menembusi awan, dan ia tidak akan terhibur sebelum mencapai tujuannya.
Ia tidak berhenti sebelum Yang Mahatinggi memandangnya, sebelum Yang Mahatinggi memberikan hak kepada orang benar dan menjalankan pengadilan.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-3.17-18.19.23
Ref. Tuhan mendengarkan doa orang beriman.
Aku hendak memuji Tuhan setiap waktu; puji-pujian kepada-Nya selalu ada di dalam mulutku. Karena Tuhan jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.
Wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan akan mereka dari muka bumi. Apabila orang benar itu berseru-seru, Tuhan mendengarkan; dari segala kesesakannya mereka Ia lepaskan.
Tuhan itu dekat kepada orang yang patah hati, Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya. Tuhan membebaskan jiwa hamba-hamba-Nya dan semua yang berlindung pada-Nya tidak akan menanggung hukuman.
Bacaan Kedua: 2 Timotius 4:6-8.16-18
Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran.
Saudaraku terkasih, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan, dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman.
Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada harinya; bukan hanya kepadaku, tetapi juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.
Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak ada seorang pun yang membantu aku; semuanya meninggalkan aku. Kiranya hal itu jangan ditanggungkan atas mereka. Tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya, dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya.
Dengan demikian aku lepas dari mulut singa. Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di surga. Bagi-Nyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Bait Pengantar Injil: 2 Korintus 5:19
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya, alleluya.
Dalam Kristus Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya dan mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.
Bacaan Injil: Lukas 18:9-14
Pemungut cukai ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang Farisi itu tidak.
Sekali peristiwa Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang satu adalah orang Farisi, dan yang lain pemungut cukai.
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain; aku bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini! Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Minggu 26 Oktober 2025
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Bacaan hari ini membawa kita untuk menatap ke dalam hati kita sendiri — untuk melihat bagaimana kita berdoa, bagaimana kita beriman, dan bagaimana kita memandang sesama kita. Dalam Injil hari ini, Yesus menceritakan tentang dua orang yang sama-sama datang ke Bait Allah untuk berdoa: seorang Farisi dan seorang pemungut cukai. Dari luar, keduanya sama-sama terlihat datang kepada Tuhan, tapi yang membedakan bukanlah isi doa mereka, melainkan sikap hati di hadapan Allah.
Orang Farisi berdoa dengan penuh keyakinan… tapi juga dengan kesombongan. Ia memandang dirinya lebih baik dari orang lain. Ia tidak sungguh berbicara kepada Tuhan, melainkan sedang berbicara tentang dirinya sendiri — seolah ingin memastikan Tuhan tahu bahwa ia adalah orang baik, orang saleh, orang benar. Sedangkan pemungut cukai, berdiri jauh-jauh, tak berani menengadah. Ia tahu dirinya penuh dosa, tapi ia tetap datang, tetap berani memohon: “Ya Allah, kasihanilah aku, orang berdosa ini.”
Dan Yesus menutup perumpamaan itu dengan kalimat yang menohok: “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang lain itu tidak.”
Saudara-saudari, pesan Injil ini sungguh menyentuh inti iman kita. Tuhan tidak mencari doa yang indah di bibir, tapi hati yang rendah dan jujur di hadapan-Nya. Tuhan tidak tertarik pada daftar prestasi rohani kita — seberapa sering kita berpuasa, memberi derma, atau hadir di gereja — jika semua itu membuat kita merasa lebih baik daripada sesama kita. Tuhan tidak butuh pembuktian dari kita. Yang Ia rindukan adalah hati yang mengaku lemah dan berserah.
Bacaan pertama dari Kitab Sirakh menegaskan bahwa doa orang miskin menembus awan. Doa orang yang tertindas, yang datang dengan kesungguhan hati, tidak akan diabaikan oleh Tuhan. Ia tidak memihak kepada orang kaya atau kuat, melainkan mendengarkan mereka yang datang dengan kerendahan hati. Dalam dunia kita yang penuh ketimpangan — di mana suara orang lemah sering tidak didengar — Sabda ini mengingatkan kita: di mata Tuhan, tidak ada doa yang terlalu kecil, tidak ada hati yang terlalu hina untuk didengarkan.
Dan Santo Paulus dalam bacaan kedua menambahkan kesaksian yang luar biasa. Ia menulis kepada Timotius bahwa hidupnya sudah seperti “darah yang dicurahkan sebagai persembahan.” Ia telah berjuang, bertahan, dan tetap setia meskipun ditinggalkan. Ia tahu hidup beriman bukan tentang kemuliaan di mata manusia, tapi tentang kesetiaan sampai akhir. Paulus tidak memegahkan dirinya, tapi memegahkan Tuhan yang tetap menyertainya di tengah penderitaan.
Saudara-saudari, tiga bacaan hari ini seperti benang merah yang saling menguatkan.
Bahwa iman sejati bukan tentang penampilan luar, melainkan ketulusan hati.
Bahwa doa yang paling berharga bukanlah doa yang panjang dan indah, melainkan doa yang lahir dari kerendahan hati dan kejujuran di hadapan Tuhan.
Bahwa Tuhan mendengarkan jeritan orang miskin, menyertai orang yang menderita, dan meninggikan mereka yang rendah hati.
Mungkin hari ini, banyak di antara kita datang ke gereja membawa beban hidup. Ada yang lelah karena kerja, ada yang sedang kecewa, ada yang merasa gagal, ada pula yang mungkin sedang merasa jauh dari Tuhan karena dosa atau luka batin. Tapi justru di sinilah kabar gembiranya: Tuhan tidak menolak kita. Ia tidak menunggu kita sempurna dulu baru datang. Ia mendengarkan doa yang tulus, doa yang keluar dari hati yang jujur seperti pemungut cukai itu.
Mari kita belajar berdoa bukan untuk membandingkan diri dengan orang lain, tetapi untuk semakin mengenal siapa diri kita di hadapan Allah. Mari kita berani datang kepada-Nya apa adanya, bukan dengan topeng kesalehan, melainkan dengan hati yang jujur, seperti anak yang kembali ke pangkuan Bapa.
Kerendahan hati bukan berarti merasa diri tidak berharga, tetapi mengakui bahwa segala yang kita miliki berasal dari Tuhan. Orang yang rendah hati tahu bahwa tanpa kasih Tuhan, kita bukan siapa-siapa. Tapi justru dalam kesadaran itulah kita menjadi kuat, karena Tuhan sendiri yang mengangkat dan meneguhkan kita.
Semoga Sabda hari ini menuntun kita untuk terus membangun relasi yang tulus dengan Tuhan — bukan relasi berdasarkan kebanggaan atau rasa benar sendiri, tetapi relasi yang lahir dari kasih dan kerendahan hati. Karena seperti yang dikatakan Yesus: “Barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.” Dan di situlah kita menemukan kebahagiaan sejati — ketika kita sadar bahwa Tuhan menerima kita bukan karena kita sempurna, tetapi karena Ia mengasihi kita apa adanya.
Amin.
Doa Penutup
Ya Tuhan, ajarilah aku berdoa dengan hati yang rendah dan tulus. Jangan biarkan aku sombong dalam iman, tapi jadikan aku sadar akan kasih-Mu yang besar. Terimalah aku apa adanya, dan tuntunlah aku untuk hidup jujur, berserah, dan penuh kasih setiap hari.