Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Jumat 21 November 2025.
Kalender Liturgi hari Jumat 21 November 2025 merupakan Hari Jumat XXXIII, Peringatan Wajib Pesta Maria Dipersembahkan Kepada Allah, Beato Nicolo Giustiniani Biarawan, dengan Warna Liturgi Putih.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Jumat 21 November 2025:
Bacaan Pertama: 1Mak. 4:36-37,52-59
Adapun Yudas serta saudara-saudaranya berkata: “Musuh kita sudah hancur. Baiklah kita pergi mentahirkan Bait Allah dan mentahbiskannya kembali.”
Setelah bala tentara dihimpun seluruhnya maka berangkatlah mereka ke gunung Sion. Pagi-pagi benar pada tanggal dua puluh lima bulan kesembilan, yaitu bulan Kislew, dalam tahun seratus empat puluh delapan bangunlah mereka semua
untuk mempersembahkan korban sesuai dengan hukum Taurat di atas mezbah korban bakaran baru yang telah dibuat mereka.
Tepat pada jam dan tanggal yang sama seperti dahulu waktu orang-orang asing mencemarkannya mezbah itu ditahbiskan dengan kidung yang diiringi dengan gambus, kecapi dan canang.
Maka meniaraplah segenap rakyat dan sujud menyembah serta melambungkan lagu pujian ke Sorga, kepada Yang memberikan hasil baik kepada mereka.
Delapan hari lamanya perayaan pentahbisan mezbah itu dilangsungkan. Dengan sukacita dipersembahkanlah korban bakaran, korban keselamatan dan korban pujian.
Bagian depan Bait Allah dihiasi dengan karangan-karangan keemasan dan utar-utar. Pintu-pintu gerbang dan semua balai diperbaharui dan pintu-pintu dipasang padanya.
Segenap rakyat diliputi sukacita yang sangat besar. Sebab penghinaan yang didatangkan orang-orang asing itu sudah terhapus.
Yudas serta saudara-saudaranya dan segenap jemaah Israel menetapkan sebagai berikut: Perayaan pentahbisan mezbah itu tiap-tiap tahun harus dilangsungkan dengan sukacita dan kegembiraan delapan hari lamanya tepat pada waktunya, mulai tanggal dua puluh lima bulan Kislew.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan: 1Taw. 29:10,11abc,11d-a2a,12bcd
Lalu Daud memuji TUHAN di depan mata segenap jemaah itu. Berkatalah Daud: “Terpujilah Engkau, ya TUHAN, Allahnya bapa kami Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya.
Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala.
Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala.
Bait Pengantar Injil: Yohanes 10:27
Ref. Alleluya, alleluya.
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku, sabda Tuhan; Aku mengenal mereka dan mereka mengenal Aku.
Bacaan Injil: Lukas 19:45-48
Rumah-Ku telah kalian jadikan sarang penyamun.
Pada waktu itu Yesus tiba di Yerusalem dan masuk ke Bait Allah. Maka mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ.
Ia berkata, “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kalian telah menjadikannya sarang penyamun!” Tiap-tiap hari Yesus mengajar di Bait Allah.
Para imam kepala dan ahli Taurat serta orang-orang terkemuka bangsa Israel berusaha membinasakan Yesus.
Tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Jumat 21 November 2025
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, Hari ini Gereja merayakan Pesta Maria Dipersembahkan kepada Allah. Sebuah pesta yang membawa kita kembali ke gambaran seorang anak kecil yang, dalam tradisi suci, dipersembahkan oleh orang tuanya di Bait Allah—tanda bahwa sejak awal hidupnya, Maria diarahkan seluruhnya kepada Tuhan. Ia tumbuh menjadi pribadi yang hatinya menjadi “bait” yang paling murni, tempat Allah sendiri berdiam.
Dan bacaan-bacaan hari ini mengajak kita merenungkan apa artinya memiliki hati yang menjadi “rumah Allah”—bukan hanya bangunan di Yerusalem, tetapi diri kita yang menjadi tempat kehadiran-Nya.
Dari Kitab Makabe tadi, kita mendengar bagaimana Yudas Makabe dan saudara-saudaranya dengan penuh semangat memulihkan Bait Allah yang telah dicemarkan. Mereka membersihkan, memperbaiki, memulihkan kembali kesuciannya, dan merayakan peristiwa itu dengan kegembiraan besar. Ada rasa lega dan syukur ketika sesuatu yang rusak dipulihkan, ketika yang ternoda kembali bersinar, ketika rumah Tuhan kembali menjadi rumah doa. Gambaran itu begitu manusiawi. Kita pun mengenalnya dalam hidup sehari-hari—dalam hati yang kadang kotor, kacau, dan mulai kehilangan arah; dalam relasi yang rusak; dalam iman yang melemah; dalam hidup rohani yang penuh debu karena lama tak disentuh.
Dan Injil hari ini menunjukkan Yesus sendiri melakukan hal yang sama. Ia masuk ke Bait Allah dan melihat bahwa rumah doa itu tidak lagi hidup sebagai rumah doa. Orang-orang berdagang di sana, sibuk mengejar keuntungan. Ada hiruk-pikuk, suara transaksi, hal-hal yang mengalihkan hati dari hadir di hadapan Allah. Maka Yesus masuk dan menyapu semuanya keluar. Bukan karena Ia marah semata, tetapi karena Ia merindukan agar rumah Bapa-Nya menjadi tempat perjumpaan, tempat manusia menemukan damai, tempat manusia mendengarkan suara Tuhan. Injil mencatat bahwa setiap hari Ia mengajar di sana—seperti seseorang yang ingin menyirami tanah kering agar kembali subur.
Saudara-saudari, hari ini Tuhan mengajak kita memandang diri kita seperti Bait Allah. Maka pertanyaan besar yang ditawarkan Injil bukanlah: “Seberapa suci bangunan gereja kita?” tetapi: “Apa yang memenuhi rumah batin kita?” Kadang kita tidak sadar bahwa hati kita, yang seharusnya menjadi tempat tinggal Allah, secara perlahan berubah menjadi tempat “jual beli”—tempat transaksi antara ambisi, tekanan, ketakutan, rasa bersaing, luka, atau suara dunia yang tidak pernah berhenti menuntut. Kita dengan mudah sibuk dengan hal-hal yang menyita energi tetapi tidak menghadirkan damai. Kita kehilangan keheningan untuk mendengar firman-Nya, kehilangan ruang bagi-Nya untuk tinggal.
Yesus, dalam cinta-Nya, ingin masuk ke sana. Sama seperti Ia masuk ke Bait Allah, Ia ingin masuk ke hati kita. Dan sering kali, kehadiran-Nya tidak datang dalam kelembutan saja. Ada saat-saat Ia “mengusir” hal-hal yang merusak kita—entah melalui kejadian yang menyadarkan, teguran kecil dari orang lain, kegagalan yang membuat kita berhenti sejenak, atau perasaan tidak tenang yang mendorong kita kembali kepada-Nya. Tuhan bekerja agar rumah batin kita kembali menjadi “rumah doa,” bukan “sarang penyamun” tempat kecemasan, iri hati, atau kesibukan buta menguasai.
Dan di sinilah teladan Maria menjadi sangat indah. Maria adalah pribadi yang sepenuhnya dipersembahkan kepada Allah bukan hanya karena dibawa ke Bait Allah ketika kecil, tetapi karena Ia sendiri menjadikan hatinya rumah yang bersih, tenang, rendah hati, dan siap menampung kehadiran Allah. Maria tidak sibuk dengan hal-hal yang bising, ia tidak membiarkan kepentingan lain merampas ruang keheningan batinnya. Dalam dirinya, Allah menemukan tempat tinggal yang nyaman.
Hari ini kita diajak untuk meneladan Maria dan keberanian Yudas Makabe: untuk membersihkan kembali bait hati kita, untuk membiarkan Yesus masuk dan menata ulang apa yang kacau, untuk memberi Allah ruang agar Ia tinggal dan berbicara. Mungkin itu berarti melepaskan kebiasaan lama yang melelahkan jiwa, mungkin memaafkan seseorang yang selama ini menguasai pikiran kita, mungkin mengambil waktu hening di tengah rutinitas, mungkin kembali membuka Kitab Suci yang lama ditinggalkan. Apa pun bentuknya, langkah itu selalu membawa kita pada sukacita yang sama seperti bangsa Israel waktu melihat kembali Bait Allah bersinar seperti semula—sukacita karena Tuhan kembali menempati tempat-Nya di pusat hidup kita.
Saudara-saudari terkasih, marilah hari ini kita berkata seperti Yudas Makabe: “Baiklah kita pergi mentahirkan Bait Allah.” Tetapi bait itu bukan lagi bangunan di Yerusalem, melainkan diri kita sendiri. Dan marilah kita berkata seperti Maria, dalam keheningan sederhana: “Jadilah padaku menurut kehendak-Mu.”
Semoga hati kita menjadi rumah di mana Tuhan senang tinggal, dan dari mana Ia mengajar kita setiap hari, sebagaimana Ia mengajar di Bait Allah dahulu. Amin.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, sucikanlah hati kami agar menjadi rumah-Mu. Singkirkanlah segala yang mengalihkan kami dari-Mu. Ajarlah kami memiliki hati sederhana seperti Maria, supaya dalam setiap langkah hidup kami, Engkau tinggal, membimbing, dan memulihkan kami. Amin.
