Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Minggu 3 Agustus 2025.
Kalender Liturgi hari Minggu 3 Agustus 2025 merupakan Hari Minggu Biasa ke-XVIII, Warna Liturgi Hijau.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Minggu 3 Agustus 2025:
Bacaan I – Pkh. 1:2; 2:21-23
Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, sungguh kesia-siaan belaka! Segala sesuatu adalah sia-sia. Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah mencari hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagianya kepada orang lain yang tidak berlelah-lelah untuk itu.
Ini adalah kesia-siaan dan kemalangan yang besar. Apakah faedah yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya? Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati; bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Ini pun adalah kesia-siaan.
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur Kepada Allah
Mazmur Tanggapan: Mzm. 90: 3-4, 5-6, 12-13, 14,17

Ref. Tuhan Engkaulah tempat perlindungan kami turun-temurun
- Engkau mengembalikan manusia kepada debu, hanya dengan berkata, “Kembalilah, hai anak-anak manusia!” Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin atau seperti satu giliran jaga di waktu malam.
- Engkau menghanyutkan manusia seperti orang mimpi seperti rumput yang bertumbuh: di waktu pagi tumbuh dan berkembang, di waktu petang sudah lisut dan layu.
- Ajarilah kami menghitung hari-hari kami, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya Tuhan, berapa lama lagi? dan sayangilah hamba-hamba-Mu!
- Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita sepanjang hayat. Kiranya kemurahan Tuhan melimpah atas kami! Teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami teguhkanlah!
Bacaan II: Kol. 3:1-5.9-11
Saudara-saudara, kamu telah dibangkitkan bersama Kristus. Maka carilah perkara yang di atas, di mana Kristus berada, duduk di sisi kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati, dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus dalam Allah.
Kristuslah hidup kita. Apabila Dia menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. Karena itu matikanlah dalam dirimu segala yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.
Janganlah kamu saling mendustai lagi, karena kamu telah menanggalkan manusia-lama beserta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia-baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya.
Dalam keadaan yang baru itu tiada lagi orang Yunani atau Yahudi, orang bersunat atau tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka; yang ada hanyalah Kristus di dalam semua orang.
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur Kepada Allah
Bait Pengantar Injil: Mat 5:3,2/4

Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.
Bacaan Injil: Luk. 12:13-21
Sekali peristiwa Yesus mengajar banyak orang. Salah seorang dari mereka berkata kepada Yesus, “Guru, katakanlah kepada saudaraku, supaya ia berbagi warisan dengan daku.”
Tetapi Yesus menjawab, “Saudara, siapa yang mengangkat Aku menjadi hakim atau penengah bagimu?” Kata Yesus kepada orang banyak itu, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan! Sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu.”
Kemudian Ia menceritakan kepada mereka perumpamaan berikut, “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya, ‘Apakah yang harus kuperbuat, sebab aku tidak punya tempat untuk menyimpan segala hasil tanahku.’
Lalu katanya, ‘Inilah yang akan kuperbuat: Aku akan merombak lumbung-lumbungku, lalu mendirikan yang lebih besar, dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum serta barang-barangku.
Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya. Beristirahatlah, makanlah, minumlah, dan bersenang-senanglah!’
Tetapi Allah bersabda kepadanya, ‘Hai orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu. Bagi siapakah nanti apa yang telah kausediakan itu?’ Demikianlah jadinya dengan orang yang menimbun harta bagi dirinya sendiri, tetapi ia tidak kaya di hadapan Allah.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujulah Kristus
Renungan Harian Katolik Minggu 3 Agustus 2025
Renungan Hari Minggu: “Kaya Akan Allah, Bukan Harta”
(Berdasarkan Pkh 1:2; 2:21-23 | Kol 3:1-5.9-11 | Luk 12:13-21)
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Bayangkan kita duduk di dalam Gereja, angin sejuk menyentuh wajah, dan suara lonceng misa baru saja bergema. Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita masuk ke dalam permenungan yang dalam tentang apa arti sesungguhnya dari hidup ini. Kita hidup, kita bekerja keras, kita berjuang mati-matian dari pagi hingga malam hari… lalu untuk apa?
Pengkhotbah dalam bacaan pertama tidak berusaha mempermanis realitas. Ia justru jujur sekali. “Kesia-siaan belaka,” katanya. Semua tampak begitu sementara. Jerih payah, pencapaian, kerja keras, semuanya bisa saja jatuh ke tangan orang lain yang bahkan tidak berlelah-lelah. Lalu, apa gunanya?
Mungkin kita merasa ini pesimistis. Tapi sesungguhnya, ini adalah pengingat yang mendalam—bahwa kalau hidup kita hanya diisi dengan hal-hal duniawi saja, maka cepat atau lambat kita akan merasa hampa. Bahwa di balik kerja keras, karir, dan kesuksesan, ada kerinduan lebih besar dalam hati kita: kerinduan akan makna, akan kedamaian, akan Tuhan.
Lalu dalam Injil, Yesus mengajak kita memperiksa isi hati kita lewat kisah orang kaya yang menimbun harta. Ia sukses besar. Tanahnya subur, panennya melimpah. Ia berkata, “Sekarang aku bisa bersenang-senang.” Tapi malam itu juga, nyawanya diambil. Dan semua hartanya… sia-sia. Bukan karena kaya itu salah, tetapi karena hatinya hanya terpaku pada kekayaan dan bukan pada Allah.
Yesus tidak melarang kita untuk bekerja, menabung, atau membangun hidup yang layak. Tapi Ia mengingatkan kita untuk bertanya dengan jujur: “Untuk siapa semua ini? Apakah aku hidup hanya untuk diriku sendiri? Apakah aku sedang menimbun harta yang fana, ataukah aku sedang mengisi hidup ini dengan sesuatu yang kekal?”
Surat Paulus kepada jemaat di Kolose membawa harapan dan arah. Kita diingatkan bahwa hidup kita telah dibangkitkan bersama Kristus. Maka, pandangan kita perlu naik—bukan hanya tertunduk pada hal-hal duniawi, tapi menatap ke atas, ke hal-hal ilahi, ke kehidupan yang lebih dalam dan lebih sejati.
Lalu apa artinya menjadi “kaya di hadapan Allah”? Bukan berarti harus menjadi biarawan atau berhenti bekerja. Tapi artinya: kita bekerja dan hidup dengan hati yang tertuju pada Allah. Kita mengisi hari-hari bukan hanya dengan rutinitas, tapi dengan kasih. Kita menjalin relasi, kita berbagi, kita peduli. Kita menjadi pribadi yang tidak dikendalikan oleh keinginan dan kerakusan, tapi digerakkan oleh cinta.
Kita bisa memiliki banyak, tetapi jangan sampai harta memiliki kita. Kita boleh bercita-cita besar, tetapi jangan lupa untuk tetap rendah hati. Kita bisa sukses, tapi jangan lupa bersyukur dan berbagi. Karena yang akan tinggal bukanlah lumbung-lumbung besar, tetapi kasih yang kita tanam dalam hidup ini.
Saudara-saudari, dalam dunia yang sibuk mengejar “lebih banyak”, Tuhan hari ini mengajak kita bertanya: “Apakah hidupku sudah cukup berarti? Apakah aku sedang menjadi kaya di hadapan Allah?”
Maka marilah kita memohon seperti dalam Mazmur: “Ajarilah kami menghitung hari-hari kami, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Supaya hidup ini tidak berlalu begitu saja, tetapi dipenuhi dengan makna, cinta, dan kemurahan Tuhan yang meneguhkan perbuatan tangan kita.
Semoga setiap kerja, setiap peluh, setiap langkah hidup kita—bukanlah kesia-siaan, melainkan persembahan yang hidup bagi Allah. Amin.
Doa Penutup
Tuhan, ajarilah aku hidup dengan bijaksana, tidak melekat pada harta, tetapi mengutamakan kasih dan iman. Bimbinglah aku bekerja dengan hati yang benar, berbagi dengan tulus, dan selalu mencari kekayaan yang sejati di hadapan-Mu. Jadilah tujuan hidupku, ya Tuhan. Amin.