Kabar kurang enak datang dari dunia gadget rumah pintar. iRobot, brand legendaris di balik robot penyedot debu Roomba, resmi nyerah dan masuk proses kebangkrutan Bab 11 di Amerika Serikat.
Perusahaan teknologi asal Massachusetts ini bilang kalau bisnis mereka makin kepepet gara-gara dua musuh utama: produk China yang super murah dan tarif impor AS yang bikin biaya makin menggila.
Ngutip laporan Reuters, Selasa (16/12/2025), iRobot bakal berubah status jadi perusahaan tertutup. Semua sahamnya rencananya diambil alih sama Picea Robotics, partner manufaktur utama mereka.
Langkah ini diambil biar operasional masih bisa lanjut meski tekanan biaya udah bikin megap-megap.
Sebenarnya, tanda-tanda bahaya ini udah kelihatan sejak Maret 2025. Manajemen iRobot waktu itu udah wanti-wanti soal risiko kelangsungan bisnis.
Masalahnya datang barengan: pasar kebanjiran robot vacuum murah dari China, plus kebijakan tarif impor AS yang makin ketat sejak era Presiden Donald Trump.
Salah satu yang paling bikin pusing adalah tarif impor gede, sampai 46%, buat produk dari Vietnam. Padahal, di situlah iRobot bikin robot penyedot debu mereka khusus buat pasar Amerika.
Menurut dokumen pengadilan, aturan tarif ini bikin biaya tambahan perusahaan melonjak sampai sekitar US$ 23 juta sepanjang 2025. Dampaknya? Susah banget bikin rencana bisnis jangka panjang tanpa deg-degan.
Ironisnya, di 2024 lalu iRobot sebenarnya masih bisa ngantongin pendapatan sekitar US$ 682 juta.
Tapi cuan bersihnya makin tipis karena mereka harus banting harga demi bersaing, sambil tetap jor-joran investasi teknologi biar nggak kalah dari rival kayak Ecovacs Robotics.
Belum selesai di situ, masalah utang juga ikut numpuk. iRobot tercatat punya kewajiban sekitar US$ 190 juta dari pinjaman yang diambil pada 2023.
Uang pinjaman itu awalnya dipakai buat bertahan hidup waktu rencana akuisisi senilai US$ 1,4 miliar oleh Amazon gagal total. Deal impian itu kandas gara-gara disorot regulator persaingan usaha di Eropa.
Setelah akuisisi Amazon bubar jalan dan iRobot telat bayar ke Picea, perusahaan manufaktur berbasis di China itu akhirnya ambil alih utang iRobot dari konsorsium dana investasi yang dikelola Carlyle Group.
Dalam skema penyelamatan ini, Picea bakal menguasai 100% saham iRobot. Sebagai gantinya, mereka menghapus sisa utang US$ 190 juta, termasuk tambahan kewajiban US$ 74 juta dari kontrak manufaktur. Kabar baiknya, kreditur dan pemasok lain diklaim bakal tetap dibayar penuh.
Pihak manajemen iRobot juga menenangkan pengguna. Mereka bilang proses kebangkrutan ini nggak bakal ganggu layanan pelanggan, aplikasi, rantai pasok global, atau dukungan produk yang lagi berjalan.
Padahal dulu iRobot sempat jadi bintang. Pada 2021, valuasi perusahaan ini pernah tembus US$ 3,56 miliar, terdorong tren belanja gadget rumah selama pandemi. Sekarang? Nilainya anjlok parah, tinggal sekitar US$ 140 juta.
Sedikit kilas balik, iRobot didirikan tahun 1990 oleh tiga ilmuwan robotika lulusan MIT.
Awalnya mereka main di sektor pertahanan dan antariksa, sebelum akhirnya ngerilis Roomba pada 2002.
Produk ini sempat merajai pasar, dengan pangsa sekitar 42% di Amerika Serikat dan 65% di Jepang.
Saat ini, iRobot bermarkas di Bedford, Massachusetts, dan cuma mempekerjakan sekitar 274 karyawan, sesuai data dari dokumen pengadilan kebangkrutan.
Dari raja robot vacuum sampai harus bertahan hidup—kisah iRobot jadi bukti kalau dunia teknologi itu kejam dan persaingan nggak kenal ampun.
