Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Jumat 31 Oktober 2025.
Kalender Liturgi hari Jumat 31 Oktober 2025 merupakan Hari Jumat Biasa XXX, Santo Bruder Alfonsus Rodriguez, Pengaku Iman dengan Warna Liturgi Hijau.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Jumat 31 Oktober 2025:
Bacaan Pertama : Rm 9:1-5
Aku rela terkutuk demi saudara-saudaraku.
Saudara-saudara,demi Kristus aku mengatakan kebenaran, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus,bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati.Bahkan aku rela terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku menurut daging. Sebab mereka itu adalah orang Israel.
Mereka telah diangkat menjadi anak, telah menerima kemuliaan dan perjanjian-perjanjian, hukum Taurat, ibadat, dan janji-janji. Mereka itu keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias sebagai manusia, yang mengatasi segala sesuatu.
Dialah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan : Mzm 147:12-15.19-20
Ref: Megahkanlah Tuhan, hai Yerusalem.
Megahkanlah Tuhan, hai Yerusalem, pujilah Allahmu, hai Sion! Sebab Ia meneguhkan palang pintu gerbangmu, dan memberkati anak-anak yang ada padamu.
Ia memberikan kesejahteraan kepada daerahmu dan mengenyangkan engkau dengan gandum yang terbaik. Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari.
Ia memberitakan firman-Nya kepada Yakub,ketetapan dan hukum-hukum-Nya kepada Israel. Ia tidak berbuat demikian kepada segala bangsa, dan hukum-hukum-Nya tidak mereka kenal.
Bait Pengantar Injil : Yoh 10:27
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku, sabda Tuhan; Aku mengenal mereka, dan mereka mengikuti Aku.
Bacaan Injil : Lukas 14:1-6
Siapakah yang anak atau lembunya terperosok ke dalam sumur, tidak segera menariknya ke luar meski pada hari Sabat?
Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua orang yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air dan berdiri di hadapan Yesus.
Lalu Yesus bertanya kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, “Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Tetapi mereka semua diam saja.
Lalu Yesus memegang tangan si sakit itu dan menyembuhkannya, serta menyuruhnya pergi.Kemudian Ia berkata kepada mereka,”Siapakah di antara kalian yang anak atau lembunya terperosok ke dalam sumur, tidak segera menarik ke luar, meskipun pada hari Sabat?”Mereka tidak sanggup membantah-Nya.
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Jumat 31 Oktober 2025
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Hari ini, di penghujung bulan Oktober, Gereja mengajak kita untuk merenungkan dua wajah kasih: kasih yang rela berkorban seperti yang diwartakan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, dan kasih yang melampaui batas aturan seperti yang diperlihatkan oleh Yesus dalam Injil Lukas. Dua wajah kasih ini, jika kita hayati sungguh-sungguh, akan membawa kita pada satu hal: bahwa kasih sejati selalu berani melampaui dirinya sendiri, demi kehidupan dan keselamatan sesama.
Santo Paulus menulis dengan hati yang terluka. Ia berkata bahwa ia rela terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaranya, bangsa Israel, yang belum mengenal Yesus sebagai Mesias. Bayangkan betapa dalam cinta seorang rasul ini. Ia begitu mencintai bangsanya, sampai rela kehilangan segalanya agar mereka diselamatkan. Ini bukan sekadar pernyataan yang indah di bibir, tetapi jeritan hati yang lahir dari kasih yang sejati—kasih yang tidak mencari keuntungan pribadi, kasih yang tidak berhitung untung-rugi. Paulus mengajarkan kepada kita bahwa iman bukan hanya tentang relasi kita dengan Allah, tetapi juga tentang kepedulian yang nyata terhadap sesama yang mungkin belum mengalami kasih Allah itu.
Lalu dalam Injil, kita melihat Yesus berhadapan dengan orang-orang Farisi pada hari Sabat. Mereka sedang mengamati-Nya, mencari-cari kesalahan, menimbang setiap gerak dan kata-Nya. Di tengah suasana yang kaku oleh aturan, datanglah seorang yang sakit busung air. Yesus tahu bahwa di hadapan-Nya ada dua pilihan: menaati hukum Sabat secara kaku, atau mengulurkan tangan untuk menyembuhkan. Dan Yesus memilih kasih. Ia menyembuhkan orang itu, sebab bagi-Nya, kasih tidak pernah menunggu waktu yang tepat, tidak mengenal hari atau jam. Kasih sejati selalu bergerak ketika melihat penderitaan, karena kasih sejati tidak bisa diam melihat manusia menderita.
Pertanyaan Yesus sederhana tapi menggugah: “Siapakah di antara kalian yang anak atau lembunya terperosok ke dalam sumur, tidak segera menariknya ke luar, meskipun pada hari Sabat?” Dengan kata lain, Yesus ingin membuka mata hati mereka, dan juga mata hati kita: bahwa aturan, tradisi, dan kebiasaan religius tidak boleh menutupi belas kasih. Tuhan tidak pernah menciptakan hukum untuk mengikat manusia, melainkan untuk menuntun manusia agar lebih mengasihi.
Saudara-saudari, betapa sering kita, tanpa sadar, menjadi seperti orang Farisi itu. Kita kadang lebih sibuk menilai apakah orang lain “benar” secara hukum, tata liturgi, atau kebiasaan gerejawi, daripada menolong mereka yang menderita. Kadang kita cepat menghakimi, tetapi lambat berbelas kasih. Kita tahu aturan Gereja, tetapi kurang mengenal hati Allah. Dan di sinilah Injil hari ini mengetuk hati kita: beraniakah kita menempatkan kasih di atas segalanya?
Kasih yang Yesus maksud bukan kasih yang lemah atau permisif. Kasih itu kuat, tapi lembut. Tegas, tapi manusiawi. Kasih itu tahu kapan harus berbicara, dan kapan harus diam. Kasih itu yang membuat kita menolong tanpa pamrih, mengampuni meski terluka, memberi meski sedang kekurangan, dan tetap setia meski merasa sendiri. Kasih seperti inilah yang menjadikan hidup kita cermin wajah Allah di dunia.
Santo Alfonsus Rodriguez, yang kita peringati hari ini, juga menjadi teladan kasih yang sederhana dan tulus. Ia bukan imam besar atau misionaris terkenal. Ia hanya seorang bruder portir di Kolese Yesuit di Mallorca—tugasnya sederhana: membuka dan menutup pintu. Tapi dalam kesetiaan pada tugas kecil itu, ia menemukan jalan menuju kekudusan. Ia menyambut setiap orang yang datang seolah-olah menyambut Kristus sendiri. Di balik kesederhanaannya, ia menunjukkan bahwa kasih bisa diwujudkan dalam hal-hal paling biasa.
Maka saudara-saudari, renungan hari ini mengajak kita untuk bertanya dalam hati: apakah aku hidup dengan kasih yang melampaui batas? Apakah aku berani mengasihi ketika orang lain hanya menilai? Apakah aku masih peduli pada saudara-saudaraku yang sedang jatuh, tersesat, atau menderita? Sebab di situlah Yesus hadir—bukan hanya di altar dan liturgi yang indah, tapi juga di wajah-wajah yang haus akan belas kasih.
Semoga kita, seperti Santo Paulus yang berani berkorban, dan seperti Yesus yang memilih untuk menyembuhkan, mampu mewujudkan kasih dalam tindakan nyata. Kasih yang tidak menunggu hari Sabat, tidak menimbang untung-rugi, tetapi selalu siap mengulurkan tangan kapan pun ada yang jatuh ke dalam sumur penderitaan.
Amin.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, ajarlah aku mengasihi tanpa batas, menolong tanpa menunda, dan melihat Engkau dalam setiap orang yang menderita. Jadikan hatiku peka, agar aku memilih kasih di atas aturan, dan mewujudkan iman lewat tindakan nyata setiap hari. Amin.
