Belakangan ini, jagat medsos dan portal berita rame banget ngebahas satu istilah yang kedengarannya asing tapi sering nongol di omongan pejabat: balpres. Apalagi setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ikut angkat suara soal ini. Auto bikin banyak orang mikir, “Balpres tuh apaan sih sebenernya?”
Buat orang awam, balpres mungkin cuma kedengeran kayak istilah teknis yang ribet. Tapi buat pelaku usaha tekstil lokal dan petugas Bea Cukai, balpres itu ibarat musuh lama yang nggak pernah kapok, cuma ganti gaya doang. Dari Batam sampai Bandung, barang ini bisa nyusup dan bikin pasar lokal keteteran.
Nah, biar nggak cuma ikut-ikutan ngomel tanpa paham, yuk kita kupas tuntas: apa itu balpres, kenapa dibilang ilegal, dan kenapa Purbaya sampai turun tangan?
Arti Balpres Itu Apa Sih? Kok Bisa Jadi Masalah?
Secara simpel, balpres (atau sering juga disebut ballpress) itu cara ngepak barang, bukan nama produk. Istilah ini datang dari gabungan kata “bale” (bal atau karung gede) dan “press” (ditekan sekuat-kuatnya).
Di lapangan, isinya biasanya:
- Pakaian bekas impor (thrifting)
- Sisa stok luar negeri
- Bahkan pakaian baru yang diselundupkan
Barang-barang itu ditumpuk, lalu dipres pakai mesin hidrolik sampai keras kayak batu, dibungkus karung, terus diikat pakai kawat. Tujuannya jelas: hemat tempat, gampang diselundupin, dan susah dicek isinya.
Masalahnya?
👉 Barang balpres ini masuk tanpa izin resmi, nggak bayar pajak, dan nggak lolos standar kesehatan. Jadi bukan cuma soal fashion murah, tapi soal hukum dan dampak ekonomi.
🚨 Kenapa Balpres Selalu Dibilang Ilegal?
Balpres identik sama barang ilegal karena:
- Masuk ke Indonesia tanpa dokumen perdagangan
- Menghindari pajak dan bea masuk
- Merusak harga pasar tekstil lokal
- Bisa membawa bakteri atau penyakit (terutama pakaian bekas)
Singkatnya, balpres = jalan pintas curang yang bikin produsen dalam negeri makin kepepet.
🎯 Kenapa Nama Purbaya Ikut-ikutan Viral?
Nama Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa jadi sorotan gara-gara sikapnya yang super tegas soal balpres. Di tahun 2025, sempat muncul wacana buat membagikan pakaian balpres hasil sitaan ke korban bencana.
Respons Purbaya?
❌ Tolak mentah-mentah.
Menurut beliau, ngasih balpres ke masyarakat itu sama aja kayak:
- Melegalkan barang selundupan
- Ngebunuh UMKM dan industri tekstil lokal pelan-pelan
- Bikin ketergantungan sama produk ilegal
Solusi versi Purbaya jauh lebih masuk akal:
✅ Barang ilegal dimusnahkan atau didaur ulang
✅ Bansos seharusnya beli produk baru buatan dalam negeri
Yang bikin makin serem, modus balpres sekarang makin canggih. Bea Cukai nemuin kasus di mana:
- Isinya pakaian baru
- Ada label Made in China atau Bangladesh
- Tetap dipres kayak balpres biar lolos pajak
Artinya, balpres sekarang bukan cuma soal thrifting ilegal, tapi juga strategi licik buat nyelundupin barang baru tanpa bayar kewajiban negara. Dampaknya?
📉 Pabrik lokal kalah saing
📉 Tenaga kerja terancam
📉 Industri tekstil makin megap-megap
Balpres emang kelihatannya menggiurkan karena harga murah dan stok melimpah. Tapi di balik itu, ada kerugian gede buat negara, pelaku usaha lokal, dan ekonomi jangka panjang.
Nggak heran kalau pemerintah — lewat suara Purbaya — mulai pasang badan dan bilang STOP normalisasi barang ilegal.
Jadi next time nemu baju super murah tapi asal-usulnya abu-abu, mungkin saatnya mikir dua kali. Karena yang murah hari ini, bisa mahal dampaknya buat masa depan industri kita.
