Membaca Injil harian dan renungan memegang peranan penting bagi umat Katolik. Dengan melakukan ini, umat Katolik mendekatkan diri pada Tuhan setiap hari, memperkuat iman, dan membentuk karakter Kristiani.
Renungan harian juga memberikan ketenangan batin dalam kehidupan yang sibuk, sambil memberikan panduan moral. Waktu pribadi dengan Tuhan melalui Injil harian menciptakan momen spiritual yang mendalam.
Selain itu, membaca Injil mendorong umat Katolik untuk menyadari panggilan misioner dan memperkaya hubungan dengan sesama.
Saudara-saudari terkasih, hari ini kita masuk pada Bacaan Injil Katolik dan Renungan Harian Katolik buat Rabu 12 November 2025.
Kalender Liturgi hari Rabu 12 November 2025 merupakan Hari Rabu, Peringatan Wajib Santo Yosafat Kunzewich Uskup dan Martir, Santo Nilus dari Sinai Rahib dan Pengaku Iman dengan Warna Liturgi Merah.
Yuk, kita simak Bacaan Liturgi Katolik dan Renungan Harian Katolik pada hari Rabu 12 November 2025:
Bacaan Pertama: Keb. 6:1-11
Dengarkanlah, hai para raja, dan hendaklah mengerti, belajarlah, hai para penguasa di ujung-ujung bumi.
Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak dan bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu.
Sebab dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan dan pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta menyelami rencanamu,
oleh karena kamu yang hanya menjadi abdi dari kerajaan-Nya tidak memerintah dengan tepat, tidak pula menepati hukum, atau berlaku menurut kehendak Allah.
Dengan dahsyat dan cepat Ia akan mendatangi kamu, sebab pengadilan yang tak terelakkan menimpa para pembesar.
Memang yang bawahan saja dapat dimaafkan karena belas kasihan, tetapi yang berkuasa akan disiksa dengan berat.
Sang Kuasa atas segala-galanya tidak akan mundur terhadap siapapun, dan kebesaran orang tidak dihiraukan-Nya. Sebab yang kecil dan yang besar dijadikan oleh-Nya, dan semua dipelihara oleh-Nya dengan cara yang sama.
Tetapi terhadap yang berkuasa akan diadakan pemeriksaan keras. Jadi perkataanku ini tertuju kepada kamu, hai pembesar, agar kamu belajar kebijaksanaan dan jangan sampai terjatuh.
Sebab mereka yang secara suci memelihara yang suci akan disucikan pula, dan yang dalam hal itu terpelajar akan mendapat pembelaan.
Jadi, hendaklah menginginkan serta merindukan perkataanku, maka kamu akan dididik.
Demikianlah Sabda Tuhan.
U. Syukur Kepada Allah.
Mazmur Tanggapan: Mzm 82:3-4,6-7
Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan!
Luputkanlah orang yang lemah dan yang miskin, lepaskanlah mereka dari tangan orang fasik!”
Aku sendiri telah berfirman: “Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian. ?
Namun seperti manusia kamu akan mati dan seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas.”
Bait Pengantar Injil: 1Tes 5:18; 2/4
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Bersyukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah bagimu dalam Kristus Yesus.
Bacaan Injil: Lukas 17:11-19
Tidak adakah yang kembali untuk memuliakan Allah selain orang asing ini?
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem, Yesus menyusuri perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia masuk suatu desa, datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia.
Mereka tinggal berdiri agak jauh, dan berteriak, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Yesus lalu memandang mereka dan berkata, “Pergilah dan perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.”
Dan sementara dalam perjalanan, mereka menjadi tahir. Seorang di antara mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus, dan mengucap syukur kepada-Nya.
Orang itu seorang Samaria. Lalu Yesus berkata, “Bukankah sepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?
Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain orang asing ini? Lalu Yesus berkata kepada orang itu, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Harian Katolik Rabu 12 November 2025
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, Hari ini, dalam terang Sabda Tuhan, kita diajak untuk merenungkan dua bacaan yang saling melengkapi — dari Kitab Kebijaksanaan dan Injil Lukas. Dua bacaan yang, bila kita resapi dengan hati yang tenang, sesungguhnya berbicara tentang satu hal yang sangat dekat dengan kehidupan kita: tanggung jawab dan rasa syukur.
Dalam Bacaan Pertama, Kitab Kebijaksanaan berbicara tegas kepada para pemimpin — kepada mereka yang diberi kuasa, kepada yang berpengaruh, kepada yang memegang kendali atas orang lain. “Dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan,” begitu firman Tuhan. Kuasa, jabatan, tanggung jawab — semuanya bukan hasil usaha manusia semata, melainkan anugerah. Maka Tuhan mengingatkan, bahwa semakin besar tanggung jawab yang kita terima, semakin besar pula pemeriksaan yang akan kita hadapi.
Namun mari kita jujur: setiap dari kita, entah disadari atau tidak, punya kuasa dalam lingkupnya masing-masing. Orang tua punya kuasa atas anaknya, atasan atas bawahannya, guru atas muridnya, bahkan dalam hubungan pertemanan pun ada pengaruh yang bisa membentuk atau merusak.
Bacaan ini mengingatkan: bagaimana kita menggunakan kuasa dan pengaruh itu? Apakah untuk melayani, atau untuk dimuliakan? Apakah kita memerintah dengan kasih, atau dengan rasa ingin berkuasa?
Dan ketika kita berpindah ke Injil hari ini, kisah sepuluh orang kusta seakan menyentuh sisi lain dari kehidupan: sisi penerimaan rahmat dan rasa syukur. Sepuluh orang kusta datang kepada Yesus.
Mereka tidak bisa mendekat, mereka hanya berteriak dari jauh: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Hati mereka penuh harap, tapi juga penuh luka — luka karena dikucilkan, ditolak, dianggap najis. Lalu Yesus, tanpa menunda, menyembuhkan mereka. Tetapi dari sepuluh yang sembuh, hanya satu yang kembali. Hanya satu yang datang untuk bersyukur.
Dan yang kembali itu — bukan orang Yahudi, bukan orang “dalam kelompok,” melainkan orang Samaria, orang asing. Dialah yang mengerti bahwa rahmat tidak pantas diterima, maka ia bersyukur dengan tulus.
Ia sadar bahwa kesembuhan bukan hanya soal tubuh, tetapi soal hati. Ia kembali kepada Yesus bukan karena ingin mendapat lebih banyak, tapi karena ingin berterima kasih.
Yesus tidak memarahi sembilan yang lain. Namun, kata-kata-Nya seperti menggema hingga sekarang: “Di manakah yang sembilan itu?” Sebuah pertanyaan lembut, tapi juga tajam — pertanyaan yang bisa kita dengar ditujukan kepada kita masing-masing. Di mana kita saat Tuhan menolong kita? Apakah kita masih datang bersyukur, atau kita langsung sibuk lagi dengan urusan dunia, dengan pekerjaan, dengan pencapaian?
Sungguh, saudara-saudari, kadang kita seperti sembilan orang itu. Kita lebih sering mengingat Tuhan ketika kita membutuhkan pertolongan, tapi lupa datang kembali ketika doa kita dijawab. Kita berseru dengan lantang saat minta tolong, tapi berterima kasih hanya dalam diam — atau malah lupa sama sekali.
Sementara itu, satu orang Samaria itu memberi kita pelajaran besar: rasa syukur adalah tanda iman yang hidup. Iman yang tidak berhenti pada “percaya” saja, tetapi bergerak menjadi “mengasihi dan mengenang.” Ia tahu bahwa di balik mukjizat, ada kasih yang lebih besar. Maka Yesus berkata kepadanya, “Imanmu telah menyelamatkan engkau.” Bukan hanya tubuhnya yang sembuh, tetapi jiwanya pun diselamatkan.
Saudara-saudari, mungkin hari ini kita tidak sedang menderita kusta seperti mereka. Tapi bisa jadi hati kita sedang “terkusta” — tertutup oleh kesombongan, ketidakpedulian, rasa tidak puas, atau keinginan untuk diakui. Dan Tuhan pun datang kepada kita, lewat berbagai cara: lewat orang yang menolong kita diam-diam, lewat kesempatan kedua yang kita terima, lewat damai yang tiba-tiba kita rasakan di tengah kesulitan.
Pertanyaannya: apakah kita masih ingat untuk kembali? Apakah kita mau berhenti sejenak, menengok ke belakang, dan berkata, “Terima kasih, Tuhan”?
Dalam dunia yang sibuk ini, rasa syukur sering terasa sederhana, bahkan remeh. Tapi justru di situlah letak kekuatannya. Rasa syukur membuat hati kita lembut, membuat kita sadar bahwa kita ini hanyalah penerima rahmat. Orang yang bersyukur tidak mudah iri, tidak mudah takut, dan tidak mudah putus asa — karena ia tahu, setiap hari, ada kasih Tuhan yang bekerja di balik segala hal.
Maka, marilah kita belajar dari dua Sabda hari ini. Dari Kitab Kebijaksanaan, kita diingatkan untuk memimpin dengan hati yang adil, dengan tanggung jawab dan kebijaksanaan. Dari Injil Lukas, kita diingatkan untuk hidup dalam syukur yang tulus, karena hanya dengan hati yang bersyukur, iman kita menjadi nyata.
Dan bila suatu hari nanti Yesus pun bertanya, “Di manakah yang sembilan itu?”, semoga kita bisa menjawab dengan rendah hati, “Aku di sini, Tuhan. Aku datang kembali, untuk bersyukur kepada-Mu.” Amin.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk selalu bersyukur atas setiap rahmat-Mu, besar maupun kecil. Jadikan aku pribadi yang setia kembali kepada-Mu dengan hati tulus, melayani sesama dengan kasih, dan menggunakan setiap tanggung jawab dengan bijaksana demi kemuliaan nama-Mu. Amin.
